SEKAMPUNG (30/8/2024)– Di antara aliran sungai dan sawah di Kecamatan Sekampung, ada sebuah kisah yang menginspirasi dan menunggu untuk diungkapkan. Masyarakat Desa Sidodadi dan Giriklopomulyo tengah menyusun sebuah jembatan swadaya, sebuah proyek monumental yang menggabungkan harapan dan tekad mereka setelah sepuluh tahun menunggu perhatian dari pemerintah.
Sejak Kamis 29 Agustus 2024, kedua desa ini telah mengalirkan energi dan semangat mereka ke dalam pembangunan pondasi jembatan. Jembatan ini bukan sekadar struktur fisik, tetapi simbol harapan dan perubahan yang mereka impikan. Sebelumnya, jembatan darurat dari bambu yang ada hanya bisa menahan beban kehidupan sehari-hari, mirip dengan benang tipis yang nyaris putus di tengah beban yang berat.
Desa Sidodadi dan Giriklopomulyo telah lama mengajukan proposal untuk pembangunan jembatan ini kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, namun hingga kini harapan mereka masih menggantung. Setiap hari, masyarakat harus bergantung pada jembatan bambu yang sudah usang, sebuah pengingat bahwa harapan mereka belum sepenuhnya diwujudkan.
Di tengah-tengah kerumunan alat dan bahan bangunan, Kepala Desa Sidodadi, Sukiman, dan Kepala Desa Giriklopomulyo, Gentur Purnawirawan, berdiri sebagai ujung tombak perjuangan ini. “Jembatan ini bukan hanya penghubung fisik,” kata Sukiman dengan penuh semangat. “Ini adalah jembatan emas yang akan membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah. Kami membangun jembatan ini sebagai simbol harapan dan tekad kami.”
Namun, perjalanan menuju penyelesaian jembatan ini tidaklah mudah. Saat ini, proyek jembatan swadaya ini masih memerlukan dana tambahan. Dari total kebutuhan Rp 15 juta, masyarakat baru mengumpulkan Rp 5 juta. Meski dana belum mencukupi, pondasi jembatan telah mulai dibangun, diharapkan akan mendapatkan bantuan tambahan seperti hujan yang menyuburkan tanah kering.
“Pondasi ini adalah awal dari impian besar kami,” ujar Sukiman. “Kami memulai dengan apa yang kami punya, dan berharap akan ada dukungan lebih untuk menyelesaikannya. Jembatan ini adalah manifestasi dari tekad dan keinginan kami untuk melihat perubahan nyata.”
Dengan desain yang direncanakan menggunakan bantalan dan lantai cor yang kokoh, jembatan ini diharapkan dapat bertahan lama dan melayani masyarakat dengan baik. Namun, saat ini, bahan seadanya seperti bambu dan kayu digunakan untuk sementara. “Kami berjuang keras,” tambah Sukiman. “Karena jembatan ini adalah simbol dari persatuan dan impian kami.”
Sementara proses pembangunan terus berlangsung, Kepala Desa Giriklopomulyo, Gentur Purnawirawan, memastikan bahwa setiap langkah dilakukan dengan teliti. “Kami melibatkan seluruh masyarakat dalam proyek ini. Jembatan ini adalah simbol dari kerja keras dan harapan kami yang tak akan pernah padam,” ujarnya.
Jembatan ini belum sepenuhnya terwujud, tetapi semangat dan harapan masyarakat terus mengalir. Ketika jembatan ini akhirnya berdiri kokoh, ia akan menjadi lebih dari sekadar penghubung antara dua desa; ia akan menjadi saksi bisu dari kekuatan persatuan dan tekad yang mengalir dalam setiap jiwa yang terlibat dalam pembangunannya.
(BANG WAHYU)