LAMPUNG TENGAH (31/8/2024)– Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah telah memulai penyelidikan terkait dugaan pungutan liar yang terjadi dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-79 di wilayah Lampung Tengah. Langkah awal investigasi dilakukan dengan pemanggilan pelapor pada hari Kamis siang, 22 Agustus 2024.
Kholidi, yang merupakan pelapor, menjelaskan bahwa ia telah diundang ke kantor Kejari Gunung Sugih untuk memberikan klarifikasi mengenai laporan tersebut.
“Saya diminta untuk memberikan keterangan sehubungan dengan laporan yang telah diajukan. Bersamaan dengan laporan tersebut, saya juga menyertakan berbagai dokumen bukti yang relevan,” ujar Kholidi.
Menurut Kholidi, laporan ini diajukan karena adanya keluhan dari masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merasa dirugikan oleh oknum-oknum yang diduga memanfaatkan momen peringatan HUT RI ke-79 untuk kepentingan pribadi.
“Saya memberikan keterangan selama kurang lebih satu jam kepada Jaksa Fungsional, Fima Agatha,” tambahnya.
Kholidi mengapresiasi respons cepat dari Kejaksaan Negeri Gunung Sugih dalam menangani kasus ini. Kasi Intelijen Kejari Lampung Tengah, Alvinda Yuda Utama, mewakili Kajari Tommy Adhiyaksyahputra, juga memberikan penghargaan kepada pelapor atas partisipasinya sesuai dengan PP 43 Tahun 2018 mengenai Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi.
“Benar, kami telah memanggil pelapor untuk memberikan keterangan terkait laporan yang diterima beberapa hari lalu. Saat ini, kami sedang melakukan proses klarifikasi dan akan menindaklanjuti hasil serta bukti-bukti yang diserahkan,” jelas Alvinda Yuda.
Dia juga menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur pelaporan. “Pelapor harus mengikuti prosedur yang berlaku dan memastikan bahwa laporan disertai bukti yang memadai,” tegasnya.
Kasus ini berhubungan dengan dugaan pungutan liar dalam peringatan HUT Kemerdekaan ke-79 di Kecamatan Seputihbanyak, yang dilaporkan pada 19 Agustus 2024. Laporan tersebut menyertakan bukti-bukti yang menunjukkan adanya pungutan yang merugikan masyarakat, termasuk biaya tambahan yang dikenakan kepada ASN dan petugas Paskibraka, meskipun anggaran kegiatan telah disediakan dalam proposal. Selain itu, siswa yang berpartisipasi dalam karnaval juga diwajibkan membayar biaya pribadi.
Pelapor berharap agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan dan menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana, serta bahwa sumbangan seharusnya bersifat sukarela, bukan dipaksakan.
(BANG WAHYU)