LAMPUNG TENGAH (7/9/2025) – Di sepanjang aliran Way Seputih Lampung Tengah, raungan mesin diesel terdengar setiap hari. Lumpur berceceran, truk-truk sarat muatan pasir melintas bebas di Jalur Lintas Timur. Semua berlangsung terang-terangan, seolah hukum hanya hiasan di atas kertas.
Pada Minggu 7 September 2025 seorang pekerja tambang yang meminta namanya dirahasiakan akhirnya angkat suara. Dengan kepala tertunduk ia berkata, “Iya pak, kami ini tiap bulan ditarik dua setengah juta. Maaf pak, saya gak berani bilang siapa penerimanya.” Ia lalu menambahkan, “Dari Ulu sampai ke Ilir ada sekitar dua puluh empat penambang.” Ujarnya
Pernyataan itu menyingkap kenyataan pahit. Penambangan pasir di Way Seputih sudah bertahun-tahun berjalan tanpa legalitas. Tidak ada izin galian C. Tidak ada perusahaan tercatat di Minerba One Map Indonesia. Tidak masuk OSS. Tidak punya NPWP dan NIB. Nol pajak. Nol izin resmi. Tetapi aktivitas tetap bergulir tanpa hambatan.
Negara kehilangan pendapatan. Daerah dibiarkan merugi. Lingkungan terus terkikis. Dan aparat memilih bungkam. Inilah gambaran nyata tambang ilegal yang tumbuh subur di depan mata.
Kini desakan publik semakin keras. Kajagung dan Kajati diminta segera turun tangan. Tidak ada alasan lagi untuk menutup mata. Harus ada tindakan cepat. Harus ada penindakan tegas. Setoran bulanan yang diduga mengalir ke pihak tertentu wajib diusut sampai tuntas.
Way Seputih hari ini bukan hanya aliran sungai. Ia telah berubah menjadi panggung besar di mana hukum sedang diuji. Pasir yang seharusnya menjadi sumber pembangunan kini menjelma emas abu-abu yang mempermalukan negara.
Desakan masyarakat terdengar jelas. “Usut segera dan jangan biarkan Lampung Tengah terus jadi ladang basah bagi tambang ilegal.”
(BANG WAHYU)