LAMPUNG TIMUR (9/9/2024)– Beberapa awak media di Lampung Timur menyayangkan statemen yang dilontarkan oleh Ketua salah satu organisasi pers di Lampung Timur terkait pemberitaan mengenai penusukan dengan senjata tajam di Lapas Klas II B Sukadana. Statemen tersebut muncul setelah konfirmasi yang dilakukan oleh Kepala KPR Mario Filey.
Usai pemberitaan tersebut terbit, Ketua organisasi pers tersebut tampak melakukan intervensi kepada para awak media dengan memberikan klarifikasi yang terkesan berpihak melalui Kepala KPR Mario Filey pada hari Senin, 7 Oktober 2024. Klarifikasi yang disampaikan tersebut menciptakan kesan bahwa media yang memberitakan tidak menjalankan tugasnya secara profesional.
“Dengan adanya klarifikasi ini, diharapkan masyarakat dan pihak media dapat lebih memahami konteks dari kebijakan yang diambil serta pentingnya menjaga amanah dan prosedur saat mengakses informasi di dalam lembaga pemasyarakatan,” ucap Mario Filey, yang menyatakan bahwa pemberitaan sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Menurut para awak media, statemen Ketua organisasi pers ini telah mencederai dan melukai perasaan wartawan, seakan menjustifikasi bahwa karya jurnalistik mereka tidak profesional. Hairul, yang mewakili para awak media, menyatakan, “Kami merasa dilukai atas kalimat yang dilontarkan oleh Ketua organisasi pers ini, seolah menyebut bahwa media kami tidak profesional. Karya jurnalis yang diterbitkan adalah hasil kerja kami di lapangan.”
Hairul menegaskan bahwa seharusnya jika ada keberatan terhadap pemberitaan, pihak yang merasa dirugikan dapat memanfaatkan hak jawab, bukan langsung menyalahkan awak media. “Pernyataan ini bisa berbahaya jika diterjemahkan salah oleh masyarakat,” tambahnya.
Mantan Ketua KWRI Lampung Timur itu menegaskan pentingnya klarifikasi sebelum mengeluarkan pernyataan yang dapat membuat publik gaduh. “Kalau merasa karya jurnalis kami merugikan, ada saluran untuk melaporkan ke Dewan Pers,” ujarnya.
Dia juga menekankan pentingnya profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai awak media. “Menjadi pejabat publik harus siap dikritisi. Pers berfungsi sebagai lembaga kontrol, jadi kritik terhadap kebijakan yang dianggap perlu itu hal yang wajar.”
(YN)