SUKADANA (29/1/2025) – Rencana perluasan kandang badak ring tiga di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) memicu kontroversi dan kecaman dari masyarakat adat serta berbagai pihak. Langkah ini dianggap berpotensi merusak ekosistem hutan TNWK yang kaya akan satwa langka.
Sejarah mencatat, TNWK dulunya merupakan kawasan suaka margasatwa sebelum ditetapkan sebagai taman nasional. Kawasan ini adalah rumah bagi berbagai satwa liar yang dilindungi, seperti gajah Sumatra, harimau Sumatra, tapir, rusa sambar, dan beruang madu. Kawasan ini juga menjadi habitat bagi badak Sumatra yang nyaris punah, salah satu alasan utama dibangunnya Suaka Rhino Sumatera (SRS) pada tahun 1996 dengan luas awal 100 hektare.
Namun, sejak perluasan wilayah SRS ke ring dua pada tahun 2017, ribuan pohon besar berumur ratusan tahun ditebang. Hal ini diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, khususnya Pasal 19 dan 21, yang melarang segala aktivitas yang mengubah keutuhan kawasan suaka alam.
Seorang saksi mata yang terlibat dalam penebangan pohon pada tahun 2017 mengungkapkan fakta mengejutkan.
“Saya diminta oleh salah satu pegawai Balai TNWK untuk mencari tenaga kerja menebang kayu besar, meskipun ada larangan. Kami dipaksa oleh kontraktor bernama Pak Teguh,” ujar Boy, seorang pekerja.
Ia mengaku menebang ribuan pohon besar jenis meranti dan jambon yang sudah diberi tanda larangan. Boy menyebut mendapat ancaman dari pihak kontraktor jika ia menolak menebang kayu besar tersebut.
“Jika saya tidak mau, kontrak saya akan dipotong,” tambahnya. Pada Rabu, 29 Januari 2025.
Penolakan keras rencana perluasan kandang badak ring tiga datang dari masyarakat adat setempat. Saiful, tokoh adat Desa Labuhan Ratu Induk, menyatakan sikap tegasnya.
“Kami menolak perluasan kandang badak ring tiga. Langkah ini hanya akan merusak hutan dan mengancam keberadaan spesies lain di TNWK,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Muzakkir, penyimbang adat Desa Raja Basa Lama. “Jika perluasan ini diteruskan, akan ada penebangan pohon besar lagi seperti pada 2017. Kami akan menggerakkan masyarakat untuk menolak proyek ini,” tegasnya.
Masyarakat adat dan berbagai pihak berharap Menteri Kehutanan segera membatalkan rencana ini demi melindungi kelestarian TNWK dan menghindari konflik ekologis lebih lanjut.
“Jangan korbankan kekayaan alam demi satu spesies saja,” tutup Saiful.
(BANG WAHYU)