LAMPUNG TIMUR (27/12/2024) – Perilaku seorang dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila), berinisial DPP, menjadi sorotan. Ia diduga terlibat dalam pengelolaan ganti rugi lahan di Register 37 Way Kibang, Lampung Timur, yang digunakan untuk pembangunan Bendungan Margatiga. Dari aktivitas tersebut, DPP disebut menangguk fee hingga Rp3,4 miliar dari persentase 15% yang dikenakannya. Tak hanya itu, ia juga menghadapi dua laporan kriminal oleh warga ke Polsek Sekampung dan Polres Lampung Timur.
Perbuatan ini membuat gerah para petinggi Unila. Rektor Unila, Prof. Lusmeilia Afriani, menyatakan akan segera memanggil DPP untuk meminta klarifikasi. Sementara itu, Dekan FH Unila, Dr. M. Fakih, SH, MS, menegaskan bahwa tindakan DPP sebagai kuasa hukum warga tidak pernah mendapat izin dari pihak fakultas.
“Fakultas tidak pernah mengeluarkan izin kepada dosen untuk bertindak sebagai pengacara atau kuasa hukum. Hal ini melanggar undang-undang karena status dosen sebagai ASN,” ujar Fakih, Jumat (27/12/2024).
Pelanggaran Berat ASN
DPP diketahui bertindak sebagai kuasa hukum untuk warga beberapa desa dalam perkara ganti rugi lahan. Hal ini dinilai melanggar UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Profesi Advokat, serta Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN. Fakih menyatakan bahwa tindakan DPP jelas melanggar etika dan aturan kepegawaian.
“DPP tidak pernah mendapatkan izin dari pimpinan fakultas, sehingga tindakannya ilegal,” tegas Fakih.
Laporan warga pun menguatkan dugaan pelanggaran ini. Pada 20 Desember 2024, seorang warga berinisial ES melaporkan DPP ke Polres Lampung Timur, dengan nomor laporan LP/B/300/XII/2024. Sebelumnya, pada 16 Desember 2024, laporan serupa juga masuk ke Polsek Sekampung.
Dugaan Pelanggaran Etika dan Moral
Selain dugaan pelanggaran hukum, DPP juga dikabarkan memiliki persoalan pribadi yang tak kalah kontroversial. Ia disebut memiliki istri muda, yang diduga turut terlibat dalam pengumpulan fee sebesar 15% dari warga Trisinar dan Mekar Mulyo, Margatiga.
Sumber internal menyebutkan, pimpinan universitas akan membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini. “Selain persoalan hukum, perilaku pribadi DPP juga akan diperiksa, termasuk dugaan memiliki istri muda. Ini menjadi momentum untuk bersih-bersih di lingkungan fakultas,” kata sumber tersebut.
Tanggapan Pakar Hukum
Pakar hukum tata negara, Dr. Wendy Melfa, menilai tindakan DPP sebagai kesalahan besar. “ASN, terutama dosen hukum, tidak boleh berpraktik sebagai advokat tanpa izin. Apalagi, jika terindikasi melanggar UU ASN dan aturan disiplin kepegawaian,” ujar Wendy.
Namun, Wendy menambahkan, fee yang diterima DPP tidak serta-merta dianggap ilegal, kecuali terbukti melawan hukum. “Sanksi yang diberikan akan bergantung pada hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pimpinan fakultas,” tuturnya.
Aksi Warga dan Langkah Universitas
Pada Jumat (27/12/2024), warga Trisinar yang seharusnya mencairkan dana ganti rugi di BRI Metro memilih untuk menunda pencairan. Mereka menyebut akan bermusyawarah lebih dulu dengan keluarga. DPP bersama anaknya, Bayu Teguh Pranoto, terlihat berada di warung dekat bank, memantau situasi.
Hingga berita ini diturunkan, DPP belum memberikan tanggapan terkait kasus ini. Dokumen kerja sama yang beredar menunjukkan bahwa DPP mengatasnamakan dirinya sebagai bagian dari Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi Unila dalam menjaga integritas institusi. Langkah tegas pimpinan kampus diharapkan mampu memulihkan citra Unila di mata publik.
(kbninewstex.com)